Jumat, 30 Mei 2008

ASPEK-ASPEK TEOLOGIS ETIS PENGELOLAAN RUMAH SAKIT ISLAM*

ASPEK-ASPEK TEOLOGIS ETIS PENGELOLAAN RUMAH SAKIT ISLAM*
DR. M. SA’AD IBRAHIM, M.A.
Bismillah al-Rahman al-Rahim
A. Pendahuluan Labelisasi suatu institusi dengan Islam atau simbol-simbol Islam - seperti rumah sakit Islam, rumah sakit Khadijah - secara substansial mengandung konsekuensi logis berupa tuntutan penerapan ajaran dan nilai-nilai Islam ke dalam keseluruhan proses pengelolaannya. Tanpa konsekuensi logis seperti ini, labelisasi tersebut tidak memiliki makna apa-apa, bahkan bisa merupakan penyalahgunaan agama dan simbol-simbolnya untuk tujuan yang tidak selaras dengan agama itu sendiri. Dalam konteks seperti inilah, upaya yang dilakukan oleh Rumah Sakit Khadijah Sepanjang untuk mengadakan kajian tentang pengelolaan yang Islami merupakan langkah krusial sekaligus wujud tanggung jawab sosial dan keagamaan dari institusi ini. Tampak bahwa hal ini merupakan masalah yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi nasional, bahkan menyangkut dunia Islam secara keseluruhan, dan juga tidak hanya menyangkut kerumahsakitan saja, tetapi melebar ke berbagai bidang seperti pendidikan, politik dan lain-lain, ketika institusi tersebut menggunakan nama atau simbol-simbol Islam. Dalam konteks menyadari tuntutan demikian inilah, makalah ini dibuat, dan tentu saja disertai harapan bahwa ke depan akan dapat diwujudkan standarisi pengelolaan yang Islami bagi sebuah institusi berlabel nama atau simbol-simbol Islam, khususnya rumah sakit. B. Aspek-aspek Teologis Pengelolaan Rumah Sakit Islam 1. Memelihara ketauhidan dengan baik, termasuk keyakinan bahwa Allah adalah Penyembuh Tunggal (al-Syafi al-Ahad), yang oleh karenanya fungsi utama rumah sakit adalah melayani pengobatan dan sama sekali bukan menyembuhkan pasien, sebab yang memiliki otoritas memberikan kesembuhan adalah Allah semata; 2. Berkeyakinan bahwa pelayanan yang diberikan adalah bagian dari ibadah kepada Allah; 3. Meyakini bahwa disamping ada sunnah Allah, juga terdapat ma’unahNya dalam kaitannya dengan pengobatan; 4. Meyakini bahwa putus asa dari rahmatNya, termasuk putus asa memberikan layanan kesehatan serta mendapatkan kesembuhan dariNya adalah sebuah sikap kufur kepadaNya; 5. Meyakini bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien senantiasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang oleh karenanya mengharuskan pemberian pelayanan seoptimal dan sebaik mungkin; 6. Meyakini bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, akan mendapatkan balasan dari Allah, khususnya di akhirat; 7. Meyakini bahwa Allah akan menolong orang yang memberikan pertolongan kepada sesamanya, termasuk memberikan pertolongan berupa pelayanan kesehatan kepada pasien; 8. Meyakini bahwa di luar pengobatan berdasarkan profesi medis, masih terbuka pengobatan lain; 9. Meyakini bahwa betapa pun optimal dan baiknya pelayanan kesehatan yang diberikan, masih terbuka kemungkinan adanya pelayanan yang lebih baik dari pihak lain, yang dengan demikian akan terhindar dari arogansi yang jelas-jelas dilarang oleh Islam; 10. Meyakini bahwa manusia diberikan kehormatan yang amat tinggi oleh Allah, yang oleh karena itu pelayanan kesehatan yang diberikan haruslah sejalan dengan martabat kehormatan manusia itu sendiri, dalam arti tidak boleh ada tindakan yang merendahkan derajatnya; 11. Meyakini bahwa segala bentuk pelayanan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, akan memiliki dampak negatif, termasuk terhadap institusi kesehatan itu sendiri, bahkan terhadap Islam; 12. Meyakini bahwa cara terbaik untuk menunjukan keutamaan nilai-nilai Islam tentang pelayanan kesehatan adalah mengoptimalkan aktualisasinya dalam seluruh aspek tindakan pelayanan itu sendiri; 13. Meyakini bahwa memelihara hidup manusia - termasuk dengan memberikan pelayanan kesehatan - adalah prioritas kedua dari tujuan syari’at Islam, setelah menjaga eksistensi agama sebagai prioritas pertamanya; 14. Meyakini pentingnya doa disamping upaya pengobatan yang diberikan kepada pasien, sebagai pertanggungjawaban teologis kepada Allah; 15. Meyakini bahwa kesehatan pisik, dipengaruhi oleh kesehatan psikis lebih besar dari pada sebaliknya. C. Aspek-aspek Etis Pengelolaan Rumah Sakit Islam Aspek-aspek teologis di atas menuntut konsekuensi logis dalam tataran etis, yang antara lain sebagai berikut: 1. Melaksanakan hal-hal umum yang memang dituntut oleh Islam, seperti basmalah untuk memulai dan hamdalah untuk menyudahi pelayanan kesehatan; 2. Tidak melakukan pembunuhan dalam bentuk apa pun, termasuk pembunuhan atas dasar kasihan, seperti euthanasia aktif maupun pasif; 3. Memberikan ransum yang halal, bersih, dan baik sesuai dengan tuntutan ilmu gizi; 4. Menjaga aurat seoptimal mungkin, termasuk juga para pasien sendiri; 5. Memberikan bantuan kebijakan kepada mereka yang secara obyektif perlu dibantu, khususnya bantuan finansial, dengan memberikan potongan atau bahkan pembebasan pembayaran; 6. Menghindari segala bentuk pelayanan yang berpeluang besar untuk disalahgunakan, seperti oprasi plastik untuk menyamarkan atau menghilangkan identitas pelaku tindak pidana; 7. Mentalqinkan pasien yang lagi menghadapi naza’, dengan menuntun bacaan tahlil, yaitu La ilaha illallah; 8. Melakukan prosesi pengurusan janazah seizin pihak keluarga yang bersangkutan, setidak-tidaknya memandikan, mengkafani, dan menshalatkan; 9. Menyediakan masjid atau mushalla; 10. Memberikan nasihat agar sabar, optimis, dan tawakkal kepada pasien dan keluarganya; 11. Memelihara kesucian - terutama pasien - dari najis seoptimal mungkin; 12. Mengingatkan bahwa waktu shalat telah masuk, agar terutama keluarga tetap dapat memelihara shalat pasien; 13. Menyampaikan kepada pasien dan keluarganya bahwa apa yang menimpanya adalah tetap sebagai suatu yang baik, sepanjang mereka beriman kepada Allah; 14. Pelayanan kesehatan diberikan dengan performance yang menarik (basth al-Wajh) dan menjunjung sopan santun (husn al-khuluq). 15. Perlu memberikan tuntunan berwudlu, bertayammum, dan shalat bagi pasien; 16. Membangun keberlanjutan hubungan baik dengan pasien dan keluarganya pasca pengobatan; 17. Melakukan terapi psikhis (al-thibb al-ruhaniy), disamping pengobatan yang bersifat phisik, misalnya dengan memperdengarkan bacaan ayat-ayat al-Qur`an; 18. Dalam rangka melaksanakan tuntutan surat al-Ashr, perlu membuka saran dan kritik terhadap berbagai aspek pelayanan kesehatan yang diberikan; 19. Melaksanakan pelayanan kesehatan dengan prinsip perfectionist, sebagai pemenuhan tuntutan ajaran ihsan; 20. Menghindarkan dengan sangat segala bentuk eksploitasi terhadap pasien dan keluarganya. D. Penutup Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa pengelolaan rumah sakit yang berlabel Islam atau symbol-simbol Islam, dituntut untuk memberikan layanan kesehatan sesuai dengan teologi dan etika Islam. Aspek-aspek teologis dan etis seperti dikemukakan di atas, merupakan bahan kajian untuk kepentingan perumusan pedoman dan standarisasi bagi rumah sakit yang berlabel Islam atau menggunakan simbol-simbol Islam. Akhirnya, semoga ada gunanya, dan Allah menuntun menuju jalan keridlaanNya. Malang, 25 Juni 2005.

Tidak ada komentar: